Sabtu, 11 Januari 2014

MINYAK WANGI POLITIK

Tak terasa tahun 2013 telah kita lewati , dan kita memasuki  tahun 2014.   tahun yang lalu biarlah menjadikan sebuah cermin bagi kita untuk berkaca (berinstropeksi) diri untuk menjadi lebih baik lagi di tahun 2014. Tahun 2014 banyak yang mengatakan bahwa tahun ini adalah tahunnya politik, padahal tahun politik tidak saja di tahun 2014 setiap tahunpun merupakan tahun politik. Misalnya pada tahun 2013 saja telah terjadi pemilihan daerah (Pilkada) di Jawa Barat, jawa Tengah, sumatera Utara dan lain sebagainya. 
                                  Aroma perpolitikan di indonesia kian hari kian menyengat, mengingat pada tahun 2014 Indonesia akan merayakan yang katanya pesta demokrasi. Kemeriahan pesta demokrasi Indonesia ini bagaikan kegiatan tujuh belas agustusan” dimana semua orang ikut dari anak-anak, remaja, ibu-ibu, bapak-bapak, pak RT/RW dan warga sekitarnya. Seperti perlombaan umumnya kegiatan agustusan selalu meriah oleh riuh pikuhnya penonton dan para peserta lomba, dalam perlombaan slalu ada wasit untuk memutuskan pihak mana yang menang atau kalah. Rangkaian lomba agustusan selalu di akhiri dengan lomba panjat pinang, perlombaan yang membutuhkan kekompokan team agar salah satu team dapat meraih hadiah yang berada dipuncak batang pohon pinang. Setelah itu mengambil hadiah dan membagikannya pada anggota teamlainnya.
Aura politik di Indonesia kian memanas dan akan semakin panas  menuju 9 April 2014. Perlombaan balap karung, makan kerupuk dan lain-lain, yang melibatkan peserta banyak akan di mulai pada tanggal 9 april 2014. Para calon anggota legislatif (caleg) berjuang keras demi mendapatkan kursi “empuk” di DPR/DPRD, mereka saling mensolek diri memasang wajahnya di pinggir-pinggir jalan dari kampung hingga kota untuk meperkenalkan diri dengan harapan masyarakat dapat mengetahui dan memilihnya. Setiap caleg selalu memasang wajah mereka dengan baliho yang berukuran besar, ada yang memasangnya sesuai dengan tempat yang diperbolehkan ada pula yang mesangnya dimana saja, bahkan dengan ajaibnya membuat tempat papan reklame yang seharusnya tidak boleh karena mengganggu keindahan dan menghalangi rambu-rambu jalan. 
Cara klasik ini selalu menjadi senjata andalan para caleg karena di anggap efektif dengan adanya wajah mereka di setiap baliho yang di pampang di pinggir-pinggir jalan, para caleg ini tak perlu repot-repot menyambangi satu persatu tempat untuk menemui masyarakatnya di daerah pemilihan (Dapil). Cara kreatif lainnya selain dengan baliho di pinggir jalan, tim sukses caleg ini memasangkan pamflet pada kaca-kaca angkutan kota (angkot) dengan membayar sejumlah uang kepada supir angkot dengan waktu tertentu. Para caleg dari berbagai partai dengan bangga selalu memampangkan gelar akademiknya di setiap baliho berdampingan dengan foto wajahnya, ada pula yang tanpa gelar. 


Fenomena tahunan ini akan terus berlangsung setap mendekati Pemilu. sebenarnya masyarakat sekarang sudah mulai cerdas, tak mudah lagi dirayu dengan janji -janji manis para caleg untuk memilihnya. Para caleg biasanya dalam mengiklankan diri mereka selalu menyertakan janji sekolah gratis, pengobatan gratis, harga-harga kebutuhan pokok turun. Masyarakat sudah tidak bisa di bohongi oleh hal-hal tersebut. Masyarakat dewasa ini berfikir lebih rasional dengan didasari pengalaman bahwa perilaku mereka setelah terpilih dengan sebelum terpilih sangat kontradiksi. Bagaimana mungkin suatu rumah sakit akan gratis seutuhnya bila tak ada biaya operasional untuk pemeliharaan gedung dan menggaji dokter serta karyawan? Bahkan di awal tahun 2014 kementrian kesehatan mengeluarkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dirasa kurang maksimal dan tidak menyentuh lapisan masyarakat paling bawah, padahal salah satu indikator keberhasilan setiap program kerja pemerintah program tersebut harus dapat menyentuh lapisan masyarakat dan dirasakan manfaatnya.